Pemberdayaan Pekerja Rumah Tangga di Hong Kong

Photo: Bonnie Chiu

Photo: Bonnie Chiu

Buruh migran di seluruh dunia tidak hanya berhadapan dengan masalah di tempat kerja mereka.

Mereka juga harus berhadapan dengan rasa kesepian karena jauh dengan keluarga dan itu menjadi tantangan tersendiri.

Di Hong Kong, setidaknya ada 300 ribu buruh migran, kebanyakan dari  mereka berasal dari Indonesia dan Filipina.

Bonnie Chiu adalah seorang mahasiswa berusia 20 tahun dari Universitas Chinese di Hongkong. Dia menyaksikan sendiri dari pekerja rumah tangga asal Indonesia di rumah salah satu kerabatnya.

“Dia menulis puisi dalam Bahasa Indonesia dan mengirimnya kembali  ke beberapa penerbit di Indoenesia dan mereka akan mempublikasikan cerita tentang kehidupannya di Hongkong. Saya sangat terinspirasi karena menurut saya ini adalah kekuatan seni dan sastra. Bagaimana anda dapat mengekspresikan emosi anda.”
September tahun lalu, Bonnie dan teman-temannya muncul dengan ide untuk membentuk usaha sosial untuk memberdayakan perempuan lewat fotografi.

Lewat foto, Bonnie ingin membantu para pekerja rumah tangga di Hong Kong untuk mengatasi kesepian mereka.

“Perempuan-perempuan ini dikucilkan dari komunitas  Tionghoa dan juga keluarga saat mereka kembali ke rumah. Jadi kami merasa kelompok ini perlu diberdayakan dan suara mereka perlu didengar di Hongkong.”

Lensational akan diluncurkan di Hongkong bulan Juni mendatang.

Bonnie berencana mengajarkan fotografi kepada para pekerja rumah tangga sehingga mereka dapat menceritakan kisah mereka melalui foto.

Dia akan menampilkan foto-foto hasil jepretan telfon selular di sebuah pameran, demi meningktkan kesadaran masyarakat di sana terhadap para buruh migran.

“Buat kami, fotografi bukanlah barang mewah. Kami pikir ini adalah media yang sangat kuat untuk memberdayakan perempuan karena mereka dapat mengekspresikan emosi melalui foto.”

Michael Ng yang berusia 19 tahun, membantu Bonnie dengan Lensational.

Dia percaya ini bisa membuka pemahaman warga Hong Kong tentang kehidupan pekerja rumah tangga mereka.

“Bahwa mereka hanya manusia biasa yang hidup dengan emosi dan dengan norma mereka. Dan saya yakin jika kami memberikan kesempatan kepada mereka untuk belajar fotografi, dan kami akan menampilkannya bersama kisah mereka di hadapan masyarakat, kami bisa membangun jembatan antara masyarakat Hongkong dan juga perempuan yang dikucilkan secara sosial. Sehingga tercipta saling pengertian di antara mereka.”

Tiga persen populasi di Hong Kong adalah pekerja asing.

Mereka biasanya tinggal di rumah majikan mereka dan sangat rentan jadi korban kekerasan atau pelecehan seksual.

Tapi ini tidak menghentikan orang dari datang ke Hong Kong untuk mencari pekerjaan.

Michael ingin membantu para pekerja rumah tangga untuk menceritakan kisa mereka lewat fortografi.

“Ini menyedihkan. Dalam beberapa bulan terakhir, sudah ada beberapa pekerja yang jadi korban. Beberapa pengusaha telah mengekploitasi pembantu rumah tangga atau mungkin tidak memberikan lingkungan tempat tinggal yang baik bagi para pekerja rumah tangga mereka. Saya pikir sangat penting untuk memulainya di Hong Kong sesegara mungkin. Jadi rencana kami adalah memberikan dampak multidimensional kepada masyarakat. Tidak hanya membantu pekerja perempuan, tapi kita membantu masyarakat.”

Bonnie dan Michael menerima hibah hampir 30 juta rupiah pada sebuah konferensi anak muda di Melbourne.

Dengan uang itu, mereka berharap dapat memperluas Lensational ke negara-negara lain, untuk menyelesaikan isu-isu yang lebih luas berkaitan dengan perempuan.
“Kami pikir Indonesia adalah negara yang sangat penting. Negara yang sedang berkembang ekonominya dan negara muslim. Perempuan dianggap punya peran yang lebih sedikit di bidang ekonomi karena mereka harus tinggal di rumah untuk mengurus anak-anaknya.”

Sumber: http://www.portalkbr.com/asiacalling/indonesia/asia/2603472_5024.html

Leave a comment